Tuesday, March 27, 2007

Nyepi


Kinkin Mirajul Muttaqien

Menjelang H-1 hari raya nyepi, berbagai berita telah menyuguhkan informasi tentang persiapan nyepi. Hal ini tentu tidak jauh beda ketika waktu mendekati hari-hari raya yang umat beragama yang lain. Dan hal ini mungkin sudah menjadi sesuatu yang sangat wajar dalam kehidupan kita.

Ada hal yang mesti dicermati bagi kita umat Islam yang ada di Indonesia ini. Apa sebab? Sebagai umat yang memiliki jumlah mayoritas tentu kita sering di tuntut untuk menerapkan nilai-nilai toleransi keberagamaan. Tak terkecuali dengan umat Hindu yang tanggal 19 Maret ini akan merayakan hari raya nyepi. Kenapa kita mesti mencermati hal tersebut (baca: toleransi). Sebab sebagai umat Islam yang tentu nysa berbeda jauh dari segi ideologi dan keyakinan dengan mereka kita tidak bisa mengikuti ritual mereka.

Hal ini sempat terjadi beberapa tahun ke belakang, ironis memang hanya karena alasan toleransi beragama sempat ummat Islam di Bali menghentikan kegiatan shalat jum’at. Hal ini tentu sangat ironis bagi kita, karena sisi-sisi akidah kita sudah mulai digerogiti oleh alasan toleransi beragama. Secara pribadi saya sangat prihatin saat hal ini terjadi, karena ini sudah di luar batas nilai-nilai toleransi. Dan saat itu pemerintah tidak bisa berbuat banyak menyikapi masalah ini.

Toleransi beragama memang dibutuhkan dalam kehidupan, tapi jika hal ini sampai terjadi lagi, ini sudah sangat menyimpang. Bayangkan jika seandainya hari raya nyepi tahun ini ummat Islam dilarang untuk mengumandangkan Adzan, apa yang akan kita lakukan untuk hal ini? Tentu ini menjadi satu pertanyaan besar bagi kita, karena hal ini sudah menyimpang dari nilai-nilai akidah Islam.

Dalam konsep Islam toleransi memang ada, tapi jika sudah bersentuhan dengan nilai-nilai akidah, Islam mengatakan ”lakum dinukum walyadin”, untuk mu agama mu untukku agama ku. Jadi dalam soal akidah kita tidak mesti mengikuti keinginan mereka. Biarkan mereka merayakan nyepi, tapi kita jangan sampai ikut-ikutan sampai-sampai shalat jum’at pun harus diliburkan.

Kita tidak salah menyepi, tapi bukan berarti ikut merayakan hari raya nyepi. Menyepi atau menyendiri bagi kita sangat tepat kita lakukan saat suasana hening di malam hari. Di saat orang lain tertidur pulas, maka kita terjaga dari tidur untuk menghadap Allah dengan segumpal do’a. Menyepi seperti ini lah yang sangat dianjuekan oleh Allah dalam al-qur’an, sehingga kita bisa mencapai maqaamam mahmuda. Bukannya menyepi dengan tidak mengumandangkan adzan atau meliburkan shalat sebagai kewajiban kita.

Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi lagi pada kita, sehingga kualitas keimanan kita terjaga dari nilai-nilai ideologi lain. Dan hendaknya menyepi dengan terjaga di malam hari kita usahakan agar mampu kita lakukan setiap hari, sehingga derajat maqaamam mahmuda benar-benar dapat kita raih...

Wallahu’alam

Bandung, 18 Maret 2007 (7:03 PM)
rah_miraj@yahoo.com
0819-3121-5966

Monday, March 19, 2007

Rumah Tangga Sakinah


Sebagai muslim orang pertama dan utama yang menjadi panutan tentu tidak lain adalah Rasulullah SAW. Ia seagai sauri tauladan yang baik dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini tidak bisa dibantahkan lagi, mengingat peran dan kehadirannya telah memberikan warna tersendiri di kalangan bangsa Arab saat itu, bahkan jejak dan prasasti yang diukirnya bukan hanya milik bangsa Arab saat itu dan sekarang. Tapi jejak prasasti dan peninggalannya menjadi milik banyak orang sepeninggalnya, dan uniknya bukan hanya milik umat Islam, tapi bisa juga dirasakan peninggalannya oleh kaum non muslim. Sampai-sampai dalam sebuah buku 100 tokoh yang paling berpengaruh yang ditulis oleh penulis non muslim posisi Rasulullah SAW. Menempati posisi pertama.
Dalam sebuah pesanyya yang pendek namun syarat makna, beliau pernah berujar: “Baiti Jannati” rumahku adalah surgaku. Ungkapan sederhana yang penuh makna ini, tentu bukan hanya uagkapan biasa. Sebab dalam ungkapan tersebut mengandung pesan bagi setiap muslim yang membina rumah tangga agar mampu menciptakan suasana rumah yang tenang, damai, aman jauh dari keributan.
Kita sering menyimak perjalanan hidup beliau melalui mulut para da’i bahwasanya dalam rumah tangga yang sudah berlangsung puluhan tahun, beliau tidak pernah melukai atau pun menyinggung perasaan istri-istrinya. Tidak pernah terjadi percekcokan atau pun pertengkaran di antara Beliau dengan istri-istrinya. Sehingga sudah sepantasnya sebagai muslim kita menjadikan rumah tangga Beliau sebagai barometer bagi kita untuk mengarungi bahtera rumah tangga ini. Sehingga kita mampu menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawadda, warahmah. Rumah tangga yang dipenuhi dengan harmonisasi di antara komunitasnya.
Hal ini sangat penting bagi setiap rumah tangga muslim sebab bila kita perhatikan saat ini, betapa banyak pasanagan muslim yang membina rumah tangga asal-asalan. Akibatnya rumah tangga yang dibina tidak lagi harmonis bahkan sering terjadi pertengkaran di dalamnya. Padahal kehadiran seorang istri bagi suami hendaknya menjadi pelengkap, begitu pun sebaliknya. Sehingga Al-Qur’an mengatakan, ”suami menjadi pakaian bagi istri, begitu pun sebaliknya istri itu menjadi pakaian bagi suami”. Ini mengandung arti bahwa istri adalah bagian terpenting untuk menutupi aib suami begitu pun sebaliknya.
Jika hal ini bisa terwujud, maka tujuan kita membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah seperti yang termaktub dalam surat Al-Hujurat: 13 Insya Allah akan tercapai. Tapi sebaliknya jika hal tersebut tidak terrealisir dalam kehidupan rumah tangga muslim, maka jangan heran jika saat ini kita sering menyimak dalam berita terjadinya kekerasan dan cek-cok dalam rumah tangga.
Kasus terhangat yang kita simak adalah terjadinya penganiayaan yang dilakukan seorang suami terhadap istrinya yang sedang hamil di Cimahi. Sebut saja Mawar (nama samaran) yang menjadi korban penganiayaan suaminya. Dalam kondisi hamil 7 bulan ia mendapatkan perlakuan yang tidak pantas. Ia sering di aniaya oleh suamunya hanya karena alasan cemburu sang suami. Bahkan mukanya sampai memar dan memerah akibat pukulan sang suami. Entah itu dengan tangan atau dengan benda, yang jelas saat melihat kondisinya dalam tayangan berita pagi di Trans TV, Muka Mawar begitu memar dan merah agak kehitaman akibat pukulan suaminya. Bahkan sekujur tubuhnya banyak yang memar akibat penganiayaan suaminya itu.
Kasus lain, kita sering mendengar perceraian dikalangan selebritis. Sepertinya hal ini sudah menjadi trend saat ini. Padahal meskipun boleh, perceraian ini adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Tapi apa boleh buat, kondisi saat ini sepertinya sudah terbalik. Hal ini tentunya memicu kita sebagai keluarga muslim yang sadar akan hal ini untuk berhati-hati dalam menyikapi setiap masalah dan persoalan rumah tangga, sehingga kita terhindar dari hal-hal seperti di atas.
Oleh karena itu, sudah saat nya kita sadar untuk membentuk keluarga sakinah, sehingga ungkapan ”baiti jannati” bisa kita rasakan dalam rumah tangga kita.

Wallahu’alam

Oleh : Kinkin Mirahul Muttaqin
Bandung, 15 maret 2007 (12:17 AM)
rah_miraj@yahoo.com
0819-3121-5966