Nyepi
Kinkin Mirajul Muttaqien
Menjelang H-1 hari raya nyepi, berbagai berita telah menyuguhkan informasi tentang persiapan nyepi. Hal ini tentu tidak jauh beda ketika waktu mendekati hari-hari raya yang umat beragama yang lain. Dan hal ini mungkin sudah menjadi sesuatu yang sangat wajar dalam kehidupan kita.
Ada hal yang mesti dicermati bagi kita umat Islam yang ada di Indonesia ini. Apa sebab? Sebagai umat yang memiliki jumlah mayoritas tentu kita sering di tuntut untuk menerapkan nilai-nilai toleransi keberagamaan. Tak terkecuali dengan umat Hindu yang tanggal 19 Maret ini akan merayakan hari raya nyepi. Kenapa kita mesti mencermati hal tersebut (baca: toleransi). Sebab sebagai umat Islam yang tentu nysa berbeda jauh dari segi ideologi dan keyakinan dengan mereka kita tidak bisa mengikuti ritual mereka.
Hal ini sempat terjadi beberapa tahun ke belakang, ironis memang hanya karena alasan toleransi beragama sempat ummat Islam di Bali menghentikan kegiatan shalat jum’at. Hal ini tentu sangat ironis bagi kita, karena sisi-sisi akidah kita sudah mulai digerogiti oleh alasan toleransi beragama. Secara pribadi saya sangat prihatin saat hal ini terjadi, karena ini sudah di luar batas nilai-nilai toleransi. Dan saat itu pemerintah tidak bisa berbuat banyak menyikapi masalah ini.
Toleransi beragama memang dibutuhkan dalam kehidupan, tapi jika hal ini sampai terjadi lagi, ini sudah sangat menyimpang. Bayangkan jika seandainya hari raya nyepi tahun ini ummat Islam dilarang untuk mengumandangkan Adzan, apa yang akan kita lakukan untuk hal ini? Tentu ini menjadi satu pertanyaan besar bagi kita, karena hal ini sudah menyimpang dari nilai-nilai akidah Islam.
Dalam konsep Islam toleransi memang ada, tapi jika sudah bersentuhan dengan nilai-nilai akidah, Islam mengatakan ”lakum dinukum walyadin”, untuk mu agama mu untukku agama ku. Jadi dalam soal akidah kita tidak mesti mengikuti keinginan mereka. Biarkan mereka merayakan nyepi, tapi kita jangan sampai ikut-ikutan sampai-sampai shalat jum’at pun harus diliburkan.
Kita tidak salah menyepi, tapi bukan berarti ikut merayakan hari raya nyepi. Menyepi atau menyendiri bagi kita sangat tepat kita lakukan saat suasana hening di malam hari. Di saat orang lain tertidur pulas, maka kita terjaga dari tidur untuk menghadap Allah dengan segumpal do’a. Menyepi seperti ini lah yang sangat dianjuekan oleh Allah dalam al-qur’an, sehingga kita bisa mencapai maqaamam mahmuda. Bukannya menyepi dengan tidak mengumandangkan adzan atau meliburkan shalat sebagai kewajiban kita.
Mudah-mudahan hal ini tidak terjadi lagi pada kita, sehingga kualitas keimanan kita terjaga dari nilai-nilai ideologi lain. Dan hendaknya menyepi dengan terjaga di malam hari kita usahakan agar mampu kita lakukan setiap hari, sehingga derajat maqaamam mahmuda benar-benar dapat kita raih...
Wallahu’alam
Bandung, 18 Maret 2007 (7:03 PM)
rah_miraj@yahoo.com
0819-3121-5966